ic-fd

Paraben dalam Kosmetik, Betulkah Berbahaya?

beautypedia
author

nadiladara・13 Jan 2016

detail-thumb

Isu tentang paraben sebagai penyebab kanker sudah lama beredar di masyarakat. Paraben dipandang sebagai kandungan berbahaya karena memiliki sifat yang mirip dengan hormon estrogen, dan disinyalir bisa meningkatkan risiko kanker payudara. Benarkah begitu?

Semua berawal dari penelitian tahun 2004 yang berjudul “Concentration of Parabens in Human Breast Tumor” oleh tim Dr. Philippa D. Darbre dari Inggris. Penelitian yang diterbitkan di Journal of Applied Toxicology ini menemukan adanya jejak-jejak paraben dalam 20 sampel jaringan tumor payudara.

Hal ini tentu saja menimbulkan kehebohan, karena banyak media yang langsung memberitakan bahwa menggunakan produk yang mengandung paraben bisa membuat kita berisiko terkena kanker payudara. Paraben langsung dicap sebagai zat berbahaya yang harus dihindari, padahal hampir seluruh produk kecantikan yang dijual di pasaran mengandung paraben.

Sebenarnya, apa sih, paraben itu? Paraben adalah bahan pengawet yang banyak digunakan dalam produk-produk kecantikan dan toiletries. Fungsinya, selain untuk memperpanjang usia pemakaian produk, adalah menjaga supaya sabun cuci muka atau body lotion-mu tidak terkontaminasi jamur ataupun bakteri.

Paraben dalam Kosmetik, Betulkah Berbahaya?Foto /wellneschiropractic.co.uk

Tidak hanya di kosmetik saja, obat-obatan pun banyak yang mengandung paraben. Jika kamu menemukan nama-nama seperti methylparaben, isobutylparaben, atau propylparaben dalam ingredient list, maka produk yang kamu pakai sudah pasti mengandung paraben.

Pertanyaannya adalah, benarkah paraben bisa memicu kanker? Kembali ke penelitian di atas, hasil penelitian tim Darbre sendiri tidak pernah menulis kesimpulan bahwa paraben terhubung langsung dengan kanker payudara. Mereka hanya menemukan jejaknya pada 20 sampel, yang sumbernya pun tidak bisa dipastikan apakah berasal dari produk kosmetik atau tidak.

Penelitian tersebut, sayangnya, banyak disalahartikan dan digunakan untuk mendasari klaim-klaim yang tidak bertanggungjawab oleh beberapa oknum. Banyak juga brand yang menggunakan penelitian ini sebagai strategi marketing dan langsung mempromosikan paraben sebagai kandungan berbahaya. Darbre, sebagai respon terhadap penelitiannya yang disalahgunakan, mengklarifikasi lewat surat yang ia kirim ke Journal of Applied Toxicology:

“Nowhere in the manuscript was any claim made that the presence of parabens had caused the breast cancer, indeed the measurement of a compound in a tissue cannot provide evidence of causality.”

Dalam kosmetik, kandungan paraben yang ada sangat rendah, yaitu hanya sekitar 1%. Semua tentu bergantung pada seberapa banyak jumlah kandungannya, kalau paraben ada di bagian bawah ingredients list, maka bisa dipastikan bahwa konsentrasinya pasti sangat kecil. Satu hal yang perlu diingat, bukan cuma bahan kimia saja yang bisa berbahaya jika dikonsumsi dalam jumlah tinggi, tetapi gula dan garam pun kalau kadarnya tinggi di dalam tubuh juga bisa berbahaya. Bahkan air pun bisa berbahaya kalau dikonsumsi secara berlebihan.

Paraben dalam Kosmetik, Betulkah Berbahaya? 2Foto /futurederm.com

“Tapi kan, kalo kita sering memakai produk yang ada parabennya, lama-lama bakal numpuk di dalam tubuh dan bisa aja jadi pemicu kanker.”

Menurut Skin Inc., situs yang memuat informasi tentang sains dan teknologi di belakang skincare, paraben akan keluar dari tubuh dalam waktu 36 jam. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa aktivitas estrogen yang ada dalam paraben ternyata 100,000 kali lebih lemah dari estrogen yang diproduksi secara natural dari dalam tubuh. Artinya, untuk bisa menimbulkan efek estrogenik yang berhubungan dengan kanker payudara, dosis paraben dalam kosmetik harus ditambahkan beribu-ribu kali lipat.

Singkat kata, lembaga Food and Drug Administration (FDA) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak mungkin meloloskan suatu produk untuk dijual di pasaran kalau formulanya mengandung bahan kimia yang bisa membahayakan nyawa seseorang. Produk-produk kosmetik ini harus diuji dan melewati serangkaian tes sebelum sampai ke tangan konsumen.

Isu tentang paraben sebagai kandungan berbahaya sudah menjadi lagu lama di industri kecantikan di luar negeri. Kelompok ilmuwan, dermatologis, dan para ahli pun sudah mengkonfirmasi bahwa penelitian Darbre tersebut sudah banyak dilebih-lebihkan dan disalahartikan.

Di Indonesia pun, kalau kamu Googling “zat berbahaya dalam kosmetik”, pasti paraben akan tetap muncul. Masih banyak artikel yang menuliskan “Penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara paraben dengan peningkatan resiko kanker payudara. Ditemukan konsentrasi paraben yang sangat tinggi yaitu 90% pada kasus kanker payudara yang diteliti.”

Padahal, dalam surat yang ditulis oleh Darbre, tidak pernah ada informasi tentang konsentrasi paraben sebanyak 90% dan sekali lagi, para peneliti tersebut tidak pernah menulis bahwa paraben terhubung langsung dengan kanker payudara. Efek samping dari paraben hanyalah iritasi, itu pun kalau memang kamu memiliki kulit yang sangat sensitif. Iritasi juga bisa ditimbulkan oleh bahan apapun, tidak harus kimia. Lemon, madu, oatmeal, dan bahan-bahan alami lainnya, kalau memang tidak cocok dengan kulitmu, juga bisa menimbulkan iritasi.

Kalau kamu lebih memilih aman dan memutuskan untuk mengganti seluruh kosmetikmu dengan produk berbahan dasar natural, tentunya tidak apa-apa. Ada banyak produk skincare natural yang bagus seperti Kypris, Antipodes, dan Juara. Produk lokal juga ada, seperti The Bath Box dan Utama Spice.

Intinya, jangan sampai kita menelan bulat-bulat info yang didapat, lalu langsung disebarluaskan tanpa cari tahu dulu faktanya. I know it’s better to be safe than sorry, tapi nggak ada salahnya juga mengulik lebih lanjut, dari mana awalnya info ini bisa muncul? Siapa yang menyebarkannya? Ada pendapat lain kah dari para ahli tentang ini?

Skincare expert Caroline Hirons dan Paula Begoun (Paula’s Choice) pun sudah menyatakan bahwa mereka tidak ada masalah sama sekali dengan paraben. Lagipula, kalau sudah pakai produk natural tapi masih sering makan junk food, malas bergerak, dan melakukan gaya hidup tidak sehat lainnya, maka risikonya sama saja kan? 🙂