banner-detik

beautiful people

Laila Munaf Berbagi Cerita tentang Zumba dan NTC

seo-img-article

Laila MunafYang paling terasa saat Sana Studio mulai berkembang dan tanggapan murid-murid yang datang

Dengan bertambahnya space di lantai atas, kita yang mengajar juga jadi lebih kreatif. Para peserta yang datang mulai makin muda, mungkin yang lebih berumur merasa olahraganya terlalu high impact, crowd-nya jadi agak berubah.  The oldest yang datang ke Sana Studio mungkin 45 tahun. Nggak ngaruh sih umurnya berapa, asal sebelumnya udah pernah olahraga, pasti bisa ngikutin kelasnya.  Karena pengajar pasti mengikuti mayoritas murid, and they love to be tortured for some reasons, dan sering minta hardcore.  Semakin mayoritas minta di-push, mungkin yang fitness level-nya belum sampai pasti kedodoran.

Dari Zumba merambah ke NTC

Aku berlatih Zumba Toning untuk membentuk dan mengencangkan tubuh.  Enaknya karena aku sudah familiar dengan lagu-lagu dance, maka I can pick whatever song.  NTC ini tetap ada unsur dancing-nya tapi nanti tiba-tiba aku menginstruksikan kepada peserta untuk melakukan lunges, dan di bagian chorus I do squat jump, karena aku pikir you need to be a little bit hardcore to satisfy your students’ goal, karena kalau nggak mereka pasti akan datang lagi dan bertanya kenapa nggak ada perubahan pada bentuk tubuhnya.

Jika cuma berlatih Zumba, kita memang bisa kurus, tapi otot nggak bisa kencang. Zumba membakar kalori, by the time you reach your ideal weight, it’ll still eat you up. Zumba bisa membuat tubuh kita jadi lebih langsing tapi tidak membentuk otot sedikitpun. It doesn’t build any muscles. In order to keep the good fat dan untuk menjaga kesehatan tubuh, padahal kita butuh muscle supaya ketika berolahraga jangan hanya membakar energi yang dibutuhkan tapi lebih ke lemak-lemak yang tertimbun di tubuh.

Selalu ada gerakan modifikasi untuk para peserta yang belum bisa melakukan suatu gerakan tertentu.  Nah,  inilah yang aku pelajari dari NTC.  Hal ini nggak aku dapatkan di Zumba.  The idea of Zumba is basically it’s not a workout, it’s a party.  Di Zumba sendiri kita sebenarnya tidak boleh bersuara, we just dancing.  Cuma bila kita orang awam yang nggak pernah ikut aerobik bakal bingung sama kode-kodenya.  Aku saja yang instruktur masih harus belajar, bagaimana para murid yang mengikuti.  Culture-nya kita harus dipancing untuk a bit wild. Aku harus benar-benar di depan mata mereka dan kadang harus dipancing dengan teriak supaya pada semangat.  Padahal dalam aliran Zumba yang conservative, Zumba party itu only you, your body, and the music. 

Terpilih jadi Master Trainer NTC pertama dari Indonesia

I believe in luck setelah itu.  Aku baru sebulan melahirkan.  Saat terpilih, bahkan aku malah komentar begini, “Are you sure?” karena aku super out of shape, gerak aja belum bisa seperti dulu.  Ada murid Zumba yang ternyata adalah PR-nya Nike, dan kebetulan aku sudah buka kelas NTC.

Aku noticed banyak ibu-ibu Zumba yang ambisius, dan aku tanya goal mereka apa. Kalau cuma Zumba aja nggak akan tercapai tujuannya.  Saat itu aku keburu hamil, terus aku minta suamiku.  Mau nggak jadi asistenku? Aku organized workout-nya apa saja dan bagaimana melakukannya, tapi dia yang memberi contoh.

Jadi saat PR Nike itu bilang lagi nyari trainer, aku nggak kepikiran bakal kepilih. Tapi seminggu kemudian aku ditelpon dan diminta datang ke kantornya.  Aku sampai bilang “Mba tahu, kan, aku habis melahirkan? I don’t look very representative lho.”  Saat aku datang ke kantornya, mereka bilang, “We heard you’re teaching NTC”, aku langsung “Am I in trouble?”

 

IMG_9093

At that time, Nike bilang mereka bilang mereka ingin memberi aku training untuk jadi NTC trainer.  Mereka lihat crowd-nya ternyata ada.  Bulan Mei aku training ke Singapura, I had to carry my son dengan segala pompa dan lain-lainnya. Saat itu aku merasa jadi a pain in a butt for Nike. I need to bring my kid, if I bring my kid, I have to bring my husband.  Karena kalau aku lagi training siapa yang mengurus anakku?  Training-nya itu setengah hari lalu disusul dengan event-event lainnya.  Padat banget.  This is how it feels to be a full time mom and then masih kekeuh mau menjalankan karier sebagai trainer, tapi aku pikir ini a good opportunity.

Waktu training itu, aku sempat bertanya, ‘Why me? Who am I?’ Waktu aku datang interview, there is a so called a Nike kind of person yang fit into kriteria Nike.  Kalau baju, kita nggak perlu merek.  Mereka nggak perlu lulusan S1 di Fitness AIUEO.  Ketika aku bercerita tentang keputusanku meninggalkan pekerjaan yang mapan, karena jatuh cinta dengan dunia olahraga dan memutuskan menjadi Zumba Trainer, ternyata hal itulah yang membuat Nike memilihku.

Halaman selanjutnya: Harapan Laila Munaf untuk perempuan Indonesia

Slow Down

Please wait a moment to post another comment