banner-detik

beautiful people

Laila Munaf Berbagi Cerita tentang Zumba dan NTC

seo-img-article

Nama Laila Munaf pasti sudah nggak asing lagi bagi pencinta olahraga, terutama mereka yang suka ikut kelas Zumba.  Pertama kali saya mendengar namanya karena Mommies Daily pernah mengadakan acara Zumba yang dipandu langsung olehnya.  Lalu beberapa bulan belakangan ini, saya follow akun Instagram-nya karena tertarik dengan kecintaannya pada olahraga dan hidup sehat.  Ya, siapa tahu, kan, kalau mengikuti update-nya di Instagram jadi terdorong untuk kembali suka olahraga juga 😀

Selain mengajar Zumba, Laila Munaf pun termasuk sebagai salah Nike Training Club (NTC) Master Trainer. Saya otomatis ikut tercengang lho diberitahu fakta ini karena dia adalah NTC Master Trainer pertama dari Indonesia!

Di kesehariannya, Laila Munaf mengelola Sana Studio yang berdiri sejak Januari 2012.  Sebagai salah satu founder, Laila pun tetap aktif sebagai salah Zumba Instructor di Sana Studio ini.  Mulai dari hanya satu ruangan, Sana Studio kini semakin berkembang, sekarang memiliki dua ruangan dan membuka banyak kelas: Zumba, Zumba Toning, Zumba Sentao, TRX, Band+, Pilates, Yoga, Cardio Boxing dan tentunya ada juga kelas NTC.  Yuk, langsung saja simak perbincangan kami:

Laula Munaf FD

Dari sekolah Finance sampai buka bisnis sendiri

Aku kuliah Finance dengan minor Marketing di Amerika Serikat. I loved the subject of finance.  Saat kuliah I really enjoyed my school time, tapi pada saat kerja ternyata bidang keuangan bukanlah dunia yang tepat untukku.  I am too bubbly.  Bos aku dulu pun bilang “you’re too nice”  Aku dipertanyakan bisa gertak orang atau nggak karena di dunia finance ini memang dituntut untuk bisa bilang “No”. Tapi posisi saya di perusahaan itu, adalah di  back office. Jadi, saat itu saya juga berpikir, ‘mau gertak siapa, sih?’ Mungkin karena aku sangat Asia jadi culture-nya juga beda kali ya. Teman-teman sekantor yang juga Asia sampai kaya belain aku, karena budaya Asia memang seperti ini.

Aku sempat juga beberapa kali interview di sini dan Singapura.  Aku pernah di-interview sampai 3 jam, dan pertanyaan-pertanyaannya seperti menghadapi ujian saja. Dan saat meng-interview aku,  mereka sama sekali nggak ada senyumnya.  Profesional, sih, bahkan saking profesionalnya aku sampai bisa ngerasa persaingannya di kantor itu.  Sementara aku orangnya nggak mau berantem, nggak mau ribut dan berkompetisi.  Aku bilang ke Mama kalau aku nggak bisa terjun ke pekerjaan dan industri ini, aku mau buka bisnis sendiri.  At least, pembuktianku adalah aku mau punya bisnis yang sukses.  I know exactly how hard she had to work to raise me and my brother.  Sekarang aku bisa bilang aku termasuk segelintir orang yang cinta dengan pekerjaan impiannya dan juga punya waktu untuk suami dan anakku.

Awal kecintaan pada Zumba

I am such a lazy person. I did not like to exercise. Aku pertama kali coba Zumba waktu kerja dan masih tinggal di Boston.  I did not like my job, terus mulai berpikir, I know that I wanna resign.  Aku minta izin ke Tanteku untuk menumpang tinggal di rumahnya. Karena aku sadar kalau mau berhenti kerja harus nabung.  Jadi selama 6 bulan terakhir di Boston, aku tinggal sama Tante.  Dan, Tanteku itu doyan banget berolahraga. Bisa diibaratkan seperti aku sekarang ini.  At that time, tahun 2007, she’s 50. Tiap hari naik sepeda, karena kalau naik kereta jauh lebih lama untuk sampai ke kantor,  sedangkan kalau naik sepeda 15 menit aja, karena jalanannya menurun. Nah, baliknya baru deh, that’s a workout, right?

Aku dan Tante juga sering janjian kalau pulang kantor.  One day, tanteku bilang mau duluan karena mau ikut kelas Zumba. What is a zumba class? Aku pikir dengan naik sepeda udah workout, knowing pulangnya itu tanjakan.  Aku jadi ikut nyobain, isinya nenek-nenek. Bahkan orang di sebelahku umurnya 80 tahun! Aku sempaat berpikir, ‘Aduh, nenek ini jangan-jangan bisa  pingsan nanti kalau kelelahan? Tapi gerakannya ternyata sangat lincah.  Sang gurunya berjumpalitan sekalipun, dia tetap bisa bergerak mengikuti. Padahal Zumba is high intensity workout.  Tapi pada saat itu, aku sudah sempat berpikir, “I’m really hungry.  I want to go home. Why am I here? I want to eat.”  Tapi kelas Zumba memang seru karena kebetulan aku suka dance dan lagunya enak. Tante pun menyarankan agar  aku datang lagi ke kelas Zumba saat  weekend karena crowd-nya berbeda. Sehingga, mungkin aku bisa mendapat feel yang berbeda.  Dan memang terbukti kelas weekend itu crazy fun. Gurunya juga mungkin karena lihat crowd-nya lebih muda, lagu yang diputar pun hip hop fun.  That second class, I think this is it, I want to do zumba class.  Aku pun memutuskan,  this exercise, I’m gonna continue. 

Tanggapan keluarga akan keputusannya mengajar Zumba

Saat itu aku belum berpikir bahwa mengajar  Zumba bisa  menjadi karier.  Aku pulang ke Indonesia menjalankan bisnis sportswear batik. Jadi setiap 6 bulan aku di Indonesia terus balik lagi ke Amerika dan tinggal selama 8 bulan di sana.

Mama nggak senang aku berhenti kerja.  Dia merrasa sayang karena aku punya gaji yang udah stabil dan bisa dibilang udah settle lah di sana.  Ketika aku pulang ke Indonesia,  Mamaku cuma bilang, “I’m not gonna give you anything, if you want to open a bank account, ini lima ratus ribu, ya, kamu bisa buka bank account, that’s the minimum, you figure it out.” Tapi aku juga pelit untuk menukar tabungan dollarku. Hmm, tapi aku harus bayar tukang jahit.  Hanya punya uang lima ratus ribu rupiah, mana cukup? Lalu, terlintas di pikiranku untuk mengajar Zumba supaya bisa punya cukup uang untuk menjalankan bisnis batik.  Aku pun telepon ke teman-teman SMA.  Awalnya,  masih banyak juga yang belum mengenal Zumba.  Apa sih Zumba? African dance ya? I was giving free classes for probably a month untuk memperkenalkan Zumba di Jakarta.

Ternyata, setelah teman-teman mengenal Zumba, mereka langsung senang dan jatuh cinta. I’m just gonna advertise this exercise seperti olahraga ini advertised ke aku. Orang akan bertanya apa itu Zumba, I’m just gonna show you.  Most of the students yang sekarang jadi guru di Sana Studio ini. I thank God because they trusted me with this workout.

Ternyata, demand-nya banyak, padahal waktu itu aku belum certified.  Setelah 6 bulan aku di sini dan balik ke US, aku langsung mengambil license sebagai Instruktur Zumba. It’s a good opportunity dan kegiatan yang bagus untuk aku mengisi hari selagi aku menunggu produksi batik.

Kesulitan yang dihadapi saat memutuskan untuk tinggal di Indonesia 

It was a tough first year, karena dari segi pergaulan, aku nggak gaul sama sekali.  Aku hanya kontak ke teman-temanku saja. I’m not as comfortable as I am now, apalagi dengan lingkungan dan orang baru. Ditambah lagi caraku berbicara dengan  bahasa Indonesia bercampur aduk dengan Inggris.  Bahasa Indonesia yang aku pakai sangat baku karena aku mengajar Bahasa Indonesia di Amerika.  Sampai ngomongnya tuh “saya”, “tidak” yang pakai k.  I would rather speak English, tapi masih mikir kalau ngomong Bahasa Inggris orang bisa nge-judge sotoy, eh ternyata sekarang everybody speaks English.  Selama sebelas tahun,  aku tinggal di Amerika. Dan ketika pulang ke Jakarta, aku sebenarnya merasa sangat kikuk.  Aku berterimakasih sama teman-teman yang bisa menerima Laila sebenarnya adalah saat aku mengajar Zumba. Mereka mulai mengajak aku pergi, menunjukkan Jakarta, dan akhirnya bertemu jodohku, pria yang sekarang menjadi suamiku.

 

Gimana cerita Laila Munaf terpilih sebagai salah satu NTC Master Trainer?
Yuk, baca di halaman berikutnya.

Slow Down

Please wait a moment to post another comment