banner-detik

food nutrition

Mau Ikut Diet Mayo? Simak Kisah Gagal dan Sukses Berdiet Mayo

seo-img-article

Menu diet mayo diramaikan oleh ayam kukus, telur, dan kentang rebus, dengan sayur-sayuran dan buah dalam porsi yang cukup banyak. Kalau pernah lihat Mayo Clinic Healthy Weight Pyramide, porsinya kira-kira seperti itu — buah dan sayor mendominasi, karbohidrat yang dipilih whole grains, and we learn to go low key with proteins. Karbohidrat dan protein tetap dikonsumsi, tapi porsinya dibatasi. Ada juga menu daging yang dimasak lebih berbumbu sehingga rasanya lebih “keluar” dibandingkan jenis makanan kukus dan rebus lainnya. Cukup bervariasi, sih, kalau bisa menerima rasa makanannya.

Sarapan pagi biasa diisi dengan buah atau roti gandum ditemani dengan secangkir teh atau kopi hitam jika diinginkan. Lalu siang dan malam mengikuti menu yang disediakan. Pertama kali melihat daftar menunya, memang cukup bikin ngenes. Berhubung saya tipe orang yang suka makanan dengan kaya rasa – asin, pedas, manis, asam, suka semua, deh. Daftar makanan favorit saya sangat beragam, mulai dari nasi rames, soto betawi sampai spaghetti aglio olio. Tapi, ya, namanya juga diet, pasti ada pengorbanan yang harus dijalani.

Buat saya, salah satu faktor yang nggak kalah penting adalah penyajian makanannya. Kalau makanan lebih terlihat cantik, saya jadi lebih niat mencoba dan memakannya, lho, dibandingkan dengan presentasi makanan yang terlalu apa adanya. Kalau penampilannya saja sudah terlihat mengenaskan, mengarahkan sendok ke mulut saja terasa makin berat, bukan?

IMG_9989

Efek samping yang paling saya rasakan adalah, di hari kedua dan ketiga, badan terasa lemas dan kepala terasa berat. Setelah bertanya ke teman dan baca testimoni di thread forum Female Daily, banyak yang bilang ini wajar dan juga mengalami pengalaman serupa. Ini dikarenakan tubuh sedang beradaptasi dengan asupan sehat yang biasanya jarang sekali dimakan itu. Dengan kata lain, tubuh sedang melakukan detoksifikasi. Setelah itu, di hari keempat, badan saya mulai terasa lebih baik. Saya sempat cheating dengan minum latte, sih, di hari keempat ini. Padahal hanya boleh kopi hitam. Susah sekali untuk minum kopi hitam karena terlalu pahit di mulut. Saya masih sanggup meminum kopi kalau dicampur susu walaupun nggak pakai gula atau sirup. Karena pada dasarnya, saya bisa minum latte tanpa diberi pemanis tambahan.

Oh ya, karena diet mayo ini “anti” garam, cairan di dalam tubuh jadi lebih cepat keluar. Jangan heran kalau jadi sering buang air kecil. Ada juga yang bilang, kalau orang yang gemuknya gemuk air, akan lebih cepat turun berat badannya. Kalau gemuknya padat, baru, deh, lebih menantang. Jadi, saat menjalani diet mayo ini, sudah pasti dan harus rajin minum air mineral supaya tubuh kita tidak dehidrasi.

Lapar, nggak? Ini pertanyaan rutin yang saya terima dari teman-teman dan keluarga. Sebelum menjawab, saya “ngaku dosa” dulu kalau saya menggagalkan program diet mayo ini di hari kesembilan. Alasannya bukan karena lapar. Lapar, sih, nggak jadi masalah karena setiap sore di antara makan siang dan makan malam, ada buah yang bisa disantap sebagai camilan dan pengganjal lapar. Yang membuat saya menyerah adalah kebosanan dengan rasa makanan yang saya telan. Tantangan terberat lain adalah saat harus pergi liputan atau ada acara lunch/dinner bersama di luar kantor. Agak PR, ya, kalau harus membawa kotak makanan sendiri di acara seperti itu. Ya, ini mungkin karena saya mencoba diet mayo atas rasa penasaran saja, jadi tekadnya belum benar-benar kuat. Tapi yang jelas, 9 hari menjalani diet mayo sambil cheat minum latte, berat badan saya turun 2,5 kg. Lumayan deh, ya. 🙂

Lalu pertanyaan yang nggak kalah sering ditanya adalah, apakah selesai menjalani diet mayo berat badan bisa stabil di angka saat pertama kali menyelesaikan program diet ini? Kalau soal stabil, naik dan turunnya berat badan kembali lagi ke pola makan dan olaharga yang dilakukan sehari-harinya. Kalau selesai diet malah membabi buta dan kembali ke kebiasaan yang dulu dilakukan, ya pasti naik lagi. Kalau nggak ada olahraga yang dilakukan secara konsisten, akan lebih susah lagi menjaga berat badan. Karena logikanya, jika ingin berat badan stabil, maka kalori yang masuk harus sama dengan kalori yang dikeluarkan. Kalau mau berat badan turun, maka kalori yang dikeluarkan harus lebih besar dari kalori yang masuk.

Walaupun saya tergolong gagal di tengah jalan, selesai menjalani diet mayo ini, saya jadi lebih aware dengan porsi makan. Kalau biasanya beli nasi satu porsi dilahap habis, sekarang kalau makan bisa mengerem dan sadar kapan saya sudah kenyang dan kapan saya harus berhenti makan. Lidah pun jadi lebih peka dan bisa merasakan makanan yang memakai pengawet atau penyedap rasa terlalu banyak.

Selesai dengan kisah gagal saya, di halaman selanjutnya, ada kisah sukses dari Nopai. 😀

Slow Down

Please wait a moment to post another comment