banner-detik

beauty school

I Did The 'Bloody Facial' (Part 1)

seo-img-article

The Process

Sebagai persiapan, saya dipastikan tidak memiliki penyakit kelainan darah seperti diabetes, hemofilia, atau sakit jantung. Setelah melalui konsultasi dan mengajukan berpuluh pertanyaan kepada Dr. Yossy, dokter cantik yang bertugas di hari itu, untuk meyakinkan saya bahwa terapi ini cukup aman, proses pengambilan darah pun dimulai. Berhubung saya sudah cukup sering disuntik dan diambil darah, saya sih santai saja. Cukup mengalihkan perhatian pada layar HP dan stalking instagram Bar Rafaeli yang juga pernah menjalani prosedur ini sambil berdoa semoga hasilnya bisa beda tipis sama dia nantinya. Kemudian wajah saya diolesi krim anastesi yang membuat kulit terasa tebal dan kebas.

Seorang asisten dokter (saya tak tahu apakah Ia memenuhi kualifikasi untuk disebut sebagai seorang suster atau tidak) pun menutupi wajah saya dengan plastik cling wrap, tapi tidak melubangi bagian hidung maupun mulut. Tahapan ini agak tidak nyaman sih, karena saya paranoid, takut nggak bisa bernapas. Lalu dengan nada panik, saya pun meminta sang asisten untuk menggunting bagian hidung mengingat efek anastesi baru berjalan sekitar 30-45 menit kemudian. 12 instagram accounts, 3 websites, and 20 Path posts later..

Dr. Yossy pun masuk membawa dua ampul, satu berisikan PPP (Platelet Poor Plasma) yang warnanya bening kekuningan, dan satu lagi berisikan PRP (Platelet Rich Plasma) yang berwarna bening, namun terdapat darah di bagian bawahnya. Lalu Ia menjelaskan “Nanti yang saya gunakan untuk prosedur ini yang PRP, nah yang PPP Mbak Putri simpan dan bawa pulang ya untuk dipakai di rumah selama dua hari. Kulit akan terasa kencang.” ujarnya.  Setelah itu, Ia menunjukkan alat dermaroller yang masih dibungkus “ini ya, jarumnya baru.” Saya pun tersipu sekaligus lega. Setelah memasangkan alat, infusi PRP pun dimulai. Prosesnya sebagai berikut: sang asisten sedikit-demi sedikit menuangkan ‘serum’ PRP ke permukaan kulit wajah dan Dr. Yossi menggulirkan dermaroller tersebut ke seluruh wajah saya sambil berkonsentrasi di bagian yang bermasalah seperti bagian yang ada bekas jerawat atau pori-pori besar.

 Body Contours1

Jujur saja, saya sih tidak merasakan kesakitan atau rasa tidak nyaman, hanya sensasi seperti wajah sedang ‘disikat’ saja. Ada sedikit sensasi ‘pedas’ pada area yang telah selesai digulirkan dermaroller. Tetapi, melihat ekspresi Andy, sang fotografer, yang meringis, saya jadi penasaran apa yang terjadi. Setelah disodorkan kaca, ternyata memang wajah sedikit memerah oleh darah.

Seperti yang tadi saya jelaskan, dermaroller ini kan jarum super kecil yang ‘melukai’ wajah, jadi wajar saja kalau kulit memerah. Selama nggak menyakitkan, buat saya sih nggak masalah. Dr. Yossy dan Fifi, Sales Manager Body Contours bahkan mengatakan bahwa kasus saya tidak seberapa ‘seram’ dan tergolong nggak terlalu banyak mengeluarkan darah. Setelah sekitar 20 atau 30 menit berlalu, proses infusi PRP pun selesai dan wajah saya dilapisi sebuah masker tembus pandang berbahan gel yang dingin untuk menyejukan rasa ‘pedas’ serta meredakan kulit yang memerah. Usai treatment, Dr. Yossy pun membekali saya dengan krim antibiotik untuk mencegah infeksi dan mewanti-wanti bahwa saya nggak boleh lupa mengoleskan sunblock selama seminggu. Selain itu, selama seminggu post-treatment, saya dilarang menggunakan foundation maupun bedak atau produk perawatan kulit yang mengandung scrub atau exfoliationg agent, karena “Kulit sedang dalam tahapan ‘dibersihkan’ melalui proses eksfoliasi. Penggunaan foundation atau bedak dapat menganggu proses ini, sedangkan scrub malah akan mengiritasi kulit.” ujar Dr. Yossy. Saya pun diminta untuk kembali kesana tiga minggu lagi untuk melakukan treatment tahap kedua.

 >>The Result

Slow Down

Please wait a moment to post another comment