- In Category:
- Beautypedia
Isu tentang paraben sebagai penyebab kanker sudah lama beredar di masyarakat. Paraben dipandang sebagai kandungan berbahaya karena memiliki sifat yang mirip dengan hormon estrogen, dan disinyalir bisa meningkatkan risiko kanker payudara. Benarkah begitu?
Semua berawal dari penelitian tahun 2004 yang berjudul “Concentration of Parabens in Human Breast Tumor” oleh tim Dr. Philippa D. Darbre dari Inggris. Penelitian yang diterbitkan di Journal of Applied Toxicology ini menemukan adanya jejak-jejak paraben dalam 20 sampel jaringan tumor payudara.
Hal ini tentu saja menimbulkan kehebohan, karena banyak media yang langsung memberitakan bahwa menggunakan produk yang mengandung paraben bisa membuat kita berisiko terkena kanker payudara. Paraben langsung dicap sebagai zat berbahaya yang harus dihindari, padahal hampir seluruh produk kecantikan yang dijual di pasaran mengandung paraben.
Sebenarnya, apa sih, paraben itu? Paraben adalah bahan pengawet yang banyak digunakan dalam produk-produk kecantikan dan toiletries. Fungsinya, selain untuk memperpanjang usia pemakaian produk, adalah menjaga supaya sabun cuci muka atau body lotion-mu tidak terkontaminasi jamur ataupun bakteri.
Tidak hanya di kosmetik saja, obat-obatan pun banyak yang mengandung paraben. Jika kamu menemukan nama-nama seperti methylparaben, isobutylparaben, atau propylparaben dalam ingredient list, maka produk yang kamu pakai sudah pasti mengandung paraben.
Pertanyaannya adalah, benarkah paraben bisa memicu kanker? Kembali ke penelitian di atas, hasil penelitian tim Darbre sendiri tidak pernah menulis kesimpulan bahwa paraben terhubung langsung dengan kanker payudara. Mereka hanya menemukan jejaknya pada 20 sampel, yang sumbernya pun tidak bisa dipastikan apakah berasal dari produk kosmetik atau tidak.
Penelitian tersebut, sayangnya, banyak disalahartikan dan digunakan untuk mendasari klaim-klaim yang tidak bertanggungjawab oleh beberapa oknum. Banyak juga brand yang menggunakan penelitian ini sebagai strategi marketing dan langsung mempromosikan paraben sebagai kandungan berbahaya. Darbre, sebagai respon terhadap penelitiannya yang disalahgunakan, mengklarifikasi lewat surat yang ia kirim ke Journal of Applied Toxicology:
“Nowhere in the manuscript was any claim made that the presence of parabens had caused the breast cancer, indeed the measurement of a compound in a tissue cannot provide evidence of causality.”
Dalam kosmetik, kandungan paraben yang ada sangat rendah, yaitu hanya sekitar 1%. Semua tentu bergantung pada seberapa banyak jumlah kandungannya, kalau paraben ada di bagian bawah ingredients list, maka bisa dipastikan bahwa konsentrasinya pasti sangat kecil. Satu hal yang perlu diingat, bukan cuma bahan kimia saja yang bisa berbahaya jika dikonsumsi dalam jumlah tinggi, tetapi gula dan garam pun kalau kadarnya tinggi di dalam tubuh juga bisa berbahaya. Bahkan air pun bisa berbahaya kalau dikonsumsi secara berlebihan.
“Tapi kan, kalo kita sering memakai produk yang ada parabennya, lama-lama bakal numpuk di dalam tubuh dan bisa aja jadi pemicu kanker.”
Menurut Skin Inc., situs yang memuat informasi tentang sains dan teknologi di belakang skincare, paraben akan keluar dari tubuh dalam waktu 36 jam. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa aktivitas estrogen yang ada dalam paraben ternyata 100,000 kali lebih lemah dari estrogen yang diproduksi secara natural dari dalam tubuh. Artinya, untuk bisa menimbulkan efek estrogenik yang berhubungan dengan kanker payudara, dosis paraben dalam kosmetik harus ditambahkan beribu-ribu kali lipat.
Singkat kata, lembaga Food and Drug Administration (FDA) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak mungkin meloloskan suatu produk untuk dijual di pasaran kalau formulanya mengandung bahan kimia yang bisa membahayakan nyawa seseorang. Produk-produk kosmetik ini harus diuji dan melewati serangkaian tes sebelum sampai ke tangan konsumen.
Isu tentang paraben sebagai kandungan berbahaya sudah menjadi lagu lama di industri kecantikan di luar negeri. Kelompok ilmuwan, dermatologis, dan para ahli pun sudah mengkonfirmasi bahwa penelitian Darbre tersebut sudah banyak dilebih-lebihkan dan disalahartikan.
Di Indonesia pun, kalau kamu Googling “zat berbahaya dalam kosmetik”, pasti paraben akan tetap muncul. Masih banyak artikel yang menuliskan “Penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara paraben dengan peningkatan resiko kanker payudara. Ditemukan konsentrasi paraben yang sangat tinggi yaitu 90% pada kasus kanker payudara yang diteliti.”
Padahal, dalam surat yang ditulis oleh Darbre, tidak pernah ada informasi tentang konsentrasi paraben sebanyak 90% dan sekali lagi, para peneliti tersebut tidak pernah menulis bahwa paraben terhubung langsung dengan kanker payudara. Efek samping dari paraben hanyalah iritasi, itu pun kalau memang kamu memiliki kulit yang sangat sensitif. Iritasi juga bisa ditimbulkan oleh bahan apapun, tidak harus kimia. Lemon, madu, oatmeal, dan bahan-bahan alami lainnya, kalau memang tidak cocok dengan kulitmu, juga bisa menimbulkan iritasi.
Kalau kamu lebih memilih aman dan memutuskan untuk mengganti seluruh kosmetikmu dengan produk berbahan dasar natural, tentunya tidak apa-apa. Ada banyak produk skincare natural yang bagus seperti Kypris, Antipodes, dan Juara. Produk lokal juga ada, seperti The Bath Box dan Utama Spice.
Intinya, jangan sampai kita menelan bulat-bulat info yang didapat, lalu langsung disebarluaskan tanpa cari tahu dulu faktanya. I know it’s better to be safe than sorry, tapi nggak ada salahnya juga mengulik lebih lanjut, dari mana awalnya info ini bisa muncul? Siapa yang menyebarkannya? Ada pendapat lain kah dari para ahli tentang ini?
Skincare expert Caroline Hirons dan Paula Begoun (Paula’s Choice) pun sudah menyatakan bahwa mereka tidak ada masalah sama sekali dengan paraben. Lagipula, kalau sudah pakai produk natural tapi masih sering makan junk food, malas bergerak, dan melakukan gaya hidup tidak sehat lainnya, maka risikonya sama saja kan?
[…] hydroquinone dan paraben, alkohol adalah satu dari sekian banyak kandungan pada skincare yang dinilai kontroversial. […]
[…] Baca juga: Paraben Dalam Kosmetik, Betulkah Berbahaya? […]
[…] menggunakan pengawet lainnya yang mungkin tidak aman untuk kulit. Menurut saya, pernyataan bahwa Paraben sendiri adalah aman adalah salah satu jenis greenwashing. Saya sendiri masih belum bisa menarik […]
[…] kimia” pun jangan langsung dipandang sebelah mata karena seperti yang saya tulis di artikel “Paraben Dalam Kosmetik, Betulkah Berbahaya?”, ada banyak sekali miskonsepsi tentang penggunaan bahan kimia dalam […]
[…] “berenang” dalam kandungan-kandungan yang banyak menuai kontroversi seperti contohnya paraben, mineral oil atau […]
Paraben adalah pengawet yang stabli dan efektif, serta hanya dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Menurut saya justru lebih aman menggunakan kosmetik berparaben daripada yang “alami tanpa pengawet” tapi sudah kadaluarsa atau menggunakan pengawet yang tak jelas kestabilan dan keamanannya. Just my two cents.
Terkadang orang2 aja yang terlalu lebay, sorry bukannya apaan sih, cuman klo liat orang yang aware ttg ini trus komen “duh masih ada paraben dll” rasanya pengen nyeletuk” situ makannya emang udah ga pake pengawet apa?”
Gw rasa pake pengawet bukan hal yang aneh, karena emang dari dulu ada kan? Baik yang di konsumsi maupun pakai di luar tubuh
Sekarang tergantung kita menyikapi saja, mau pakai atau ga, tapi please tolong jangan yang parno lebih2 padahal sehari2 masih makan pengawet
ada bbrp paraben yg emang udah di-banned di Eropa yaitu isopropylparaben, isobutylparaben, phenylparaben, benzylparaben, dan pentylparaben. jadi kalo kita liat kosmetik buatan Eropa, harusnya udah nggak mengandung 5 paraben tsb.
sedangkan paraben lainnya yg lebih common dipakai utk kosmetik/personal care seperti methylparaben dan propylparaben masih boleh dipakai dlm kadar yg dibatasi. aturan ini diikuti jg oleh BPOM Indonesia kok, jadi kalo kita pakai kosmetik yg terdaftar di BPOM harusnya less worry sih…
Iya, padahal kadar methylparaben atau propylparaben yang ada di kosmetik yang dijual di sini pun kadang nggak nyampe 1%, tapi orang udah keburu parno duluan. Takutnya, kalo udah keburu parno jadinya malah lari ke produk-produk yang diklaim berbahan natural dan alami tapi nggak jelas dijualnya dimana atau ngga ada daftar kandungannya juga. Lebih serem kan :”)
yep, bener banget! selama ini aku selalu ngecek apakah produk yg aku pakai ada no BPOM-nya atau nggak – bisa dicek online juga di notifkos BPOM, drpd beli produk yg hanya claim alami dan bebas ini itu tapi nggak ada no BPOM sehingga nggak terjamin keamanannya.
great article, btw! i hope lebih banyak cewek yg aware tentang hal seperti ini.
Good article! Next, mineral oil?
Thank you sudah baca! Iya, mineral oil masih diperdebatkan banget ya plus-minusnya untuk kulit.. Menarik juga untuk diangkat
will look into that later!