banner-detik

beauty clinic dermatologist

3 Kesalahan Berobat ke Dokter Kulit

seo-img-article

Pernah melakukan perawatan ke dokter kulit tapi hasilnya kurang memuaskan? Bisa jadi kamu melakukan 3 kesalahan berobat ke dokter kulit berikut ini.

Sudah konsultasi dan bayar mahal-mahal ke dokter kulit, eh tapi kondisi kulit malah makin hancur. Saya rasa pasti ada saja di antara kalian yang merasakan hal seperti ini. Eits, tapi tunggu dulu, bisa jadi hal tersebut bukan kesalahan dokternya, lho. Siapa tahu kamu malah melakukan kesalahan berobat ke dokter kulit, yang bikin sesi konsultasi pun jadi sia-sia.

1. Sembarangan Mencampur Obat Dokter

Ketika sudah diresepkan obat tertentu oleh dokter, rem dulu segala keinginan kamu untuk mencoba skincare ini-itu dan stick pada perawatan yang sudah diberikan dokter. Untuk masalah kulit seperti jerawat, sangat besar kemungkinan kamu akan diberikan treatment yang cukup ‘keras’, seperti tretinoin misalnya. Meskipun nggak bersifat exfoliating (cara kerja tretinoin adalah membantu mendorong regenerasi sel kulit baru), tetapi di beberapa kasus, tretinoin bisa menimbulkan dry patches dan kemerahan di berbagai area.

Baca juga: Tips untuk Kulit Remaja dari Dokter SpKK

So, kalau di tahap ini kamu masih iseng nyoba-nyoba exfoliating toner atau serum vitamin C berkonsentrasi tinggi yang rawan bikin kulit iritasi, jangan heran kalau kulit kamu merasa overwhelmed! Kalaupun memang masih ada sisa skincare OTC yang mau kamu habiskan, silakan konsultasikan dulu dengan dokter kamu dan jangan coba meracik semuanya sendiri. Apabila memang produk yang kamu ceritakan ke dokter masih bisa get along dengan krim racikannya atau bisa membantu treatment jerawat lebih efektif, pasti boleh-boleh aja, kok.

Baca juga: 3 Hal Penting yang Harus Disiapkan Saat Konsul Jerawat ke Dokter Kulit

2. Tidak Aktif Analisa Kondisi Kulit

Bukan berarti harus ngaca setiap lima menit sekali kok, hehe. Tetapi lebih ke mengukur perkembangan kulit dalam jangka waktu tertentu, seperti melakukan skincare journaling. Dua minggu pertama perawatan, cek-cek kondisi kulit, apakah krim-krim yang diresepkan dokter ini cocok? Cocok di sini bukan berarti langsung menghilangkan jerawat ya (baru juga dua minggu!), tapi melihat apakah produk-produk tersebut menimbulkan reaksi iritasi. Kalau memang nggak ada respon negatif dari kulit, artinya mungkin konsentrasi krim yang kamu dapatkan sudah pas dengan kondisi kulit saat ini.

Baca juga: Ingin ke Dokter Kulit? Lakukan Dulu Hal Ini

Seperti yang saya katakan di atas, communication is key, jadi konsultasikan ke dokter kulit kalau ada reaksi negatif kulit yang bikin kamu benar-benar nggak nyaman seperti mengelupas hebat, merah seperti kepiting rebus, atau bahkan rasa terbakar. Jangan anteng-anteng aja karena barangkali kamu nggak perlu ganti dokter, hanya harus dikurangi aja persentase krimnya. Saya percaya, dokter yang oke nggak akan ngotot memaksakan treatment kalau memang kulit sang pasien babak belur banget dalam prosesnya. They will try to keep it gentle!

3. Takut Ketergantungan

Produk Anti Aging Lokal untuk Pemula di Bawah 200 Ribu

Kayaknya ini concern terbesar menyangkut perawatan ke dokter kulit, ya. Padahal, ada alasan tertentu kenapa produk dokter bikin ‘ketergantungan‘. Dengan konsultasi yang rutin, dokter pasti akan mengurangi pemakaian krim-krim tertentu kalau memang kulit sudah dalam tahap maintenance. Karena itu, stick to deadline, rajin-rajinlah konsul sesuai jadwal supaya kamu nggak gambling sendiri tentang kapan harus stop krim A, krim B, dan sebagainya.

Kadang, yang membuat kulit kita triggered adalah ketika kita menghentikan perawatan dokter secara mendadak dan langsung banting setir mencoba produk skincare lainnya dalam jumlah banyak. Nggak heran kalau kulit kaget, kan?

 

Slow Down

Please wait a moment to post another comment