banner-detik

lifestyle

Era Soekamto Mengajak Kita Semakin Mencintai Batik Lewat Kelas Membatik di Conrad Bali

seo-img-article

Esok paginya, kelas membatik sesi pertama dimulai. Era Soekamto, Creative Director Iwan Tirta ditemani dengan kru-nya yaitu para pembatik dari Pekalongan pun siap mengajarkan kepada kami, para peserta kelas membatik untuk belajar proses membatik dari awal. “Batik bagi saya bukan hanya berarti selembar kain, tapi juga berarti sebuah journey. Lewat kain batik, saya ingin mengkomunikasikan pikiran dan perasaan saya kepada banyak orang,” ujar Era Soekamto kepada kami, para muridnya hari itu.

Era Soekamto mengajak Pak Soeharso, pembatik yang sudah bekerja di Iwan Tirta selama 39 tahun siap mengajar kelas membatik di Conrad Bali

Era Soekamto mengajak Pak Soeharso, pembatik setianya mengajarkan batik

Kelas membatik ini bukan hanya diikuti oleh undangan media tapi juga terbuka bagi para tamu hotel. Conrad Bali menawarkan paket menginap minimal tiga malam, dengan akomodasi di kamar Deluxe Garden mulai USD265++ per malam, termasuk akses mengikuti seminar, penjemputan dan pengantaran bandara, serta sarapan pagi.  Seminar ini berbarengan dengan Hari Raya umat Hindu di Bali, Nyepi, yang jatuh pada 21 Maret 2015. Dikenal sebagai Hari Menyepi dimana tidak boleh ada mobil di jalan dan orang yang merayakannya akan berdiam di rumah.

Maka, saya dan teman-teman lain pun mulai belajar memegang canting yang sudah diisi dengan malam atau lilin cair panas. Proses membatik dimulai dengan menebalkan pola gambar di atas kain katun dengan menggunakan canting berisi malam. Proses ini disebut dengan Rengsi. Setelah itu dilanjutkan dengan Isen-Isen, yaitu mengisi bagian gambar yang masih kosong dengan garis atau titik. Hampir setengah harian, kami duduk di dingklik menebalkan pola gambar di atas kain berukuran 30 X 30 cm. Tangan terasa lelah dan belepotan dengan sisa-sisa lilin. Lutut terasa nyeri karena duduk ditekuk, bokong terasa pegal lantaran kelamaan duduk.  Awalnya, saya dan teman-teman yang ikut kelas membatik ini memang “mengeluh” karena merasa kesulitan ketika harus memegang canting dengan kemiringan tertentu agar cairan malam yang panas tidak menetes di atas kain. But practice makes perfect! Semakin sering menggoreskan canting, maka lama kelamaan, saya pun bisa menemukan “feel” yang tepat agar ketika membatik, cairan malam tidak jatuh.

 

Untuk membuat sehelai kain batik seperti di sebelah kanan, maka kita harus melakukan proses rengsi pada kain seperti di sebelah kiri.

Inilah kain yang baru direngsi (kiri) dan kain batik yang sudah jadi

Ketika pertama kali membatik, kami bolak-balik berteriak kepada para Mbak pembatik untuk mengatasi malam yang menetes di atas kain dan bisa merusak pola. Teriakan kami di sana-sini, malah membuat suasana jadi akrab dan seru. Di acara membatik ini, saya pun mendapat banyak teman baru, ada Hana dari Delivering Asia, Ditri dari Majalah Baccarat, Ady dari Jakarta Post dan si bule Adam dari Bali Style Magazine yang fasih berbahasa Jawa Kromo Inggil!. Proses membatik ini memang membutuhkan kesabaran, konsentrasi ketika mengerjakannya. Tahukah kamu? Ternyata untuk menjadi selembar kain batik itu ada 9 tahapan yang harus dikerjakan, mulai dari rengsi, isen-isen, dicelup ke pewarna kain, dijemur, di-rengsi lagi dari arah kain yang sebaliknya, dicelup lagi, pewarnaan sogan. Kami semua belajar mengenal dan mengetahui semua tahapan tersebut, walau terus terang banyak dibantu oleh para pembatik profesional, kru dari Mba Era Soekamto. Kelas pertama membatik ini berlangsung dari pukul 10.00 hingga pukul 17.00 sore. We were so tired but so happy and excited, yet!

Malam harinya, saya dan rombongan diajak pergi menonton parade Ogoh-Ogoh sebagai bagian dari ritual keagamaan menyambut Hari Raya Nyepi.

Baca juga: Menonton Parade Ogoh-Ogoh Menyambut Nyepi di Conrad Bali

 

Berhasilkah saya membuat sehelai kain batik? Klik di sini!

Slow Down

Please wait a moment to post another comment